Senin, 23 Mei 2011

Halah, Komite Sekolah

Masalah muncul nanti setelah para orangtua menerima pengumuman pendaftaran ulang masuk sekolah untuk anaknya. Kalau bisa sih sekolah gratis, tapi mana ada sekolah yang tidak mengenakan pungutan untuk mendanai keunggulannya.

Lalu semua sekolah mulai menonjolkan peran komite sekolah. Sebab banyak kebijakan keuangan sekolah yang harus dilegalisir oleh komitenya, bukan melulu kepala sekolah dan para stafnya. Besar juga andil komite sekolah dalam menentukan seberapa murah atau mahalnya pungutan tersebut, baik sebelum maupun sesudah dilegitimasi dengan persetujuan kepala daerah.

Kalau tak puas, para orangtua akan minta keringanan, atau protes ke kepala sekolah.Ini artinya masyarakat atau para orangtua tidak mengaitkan dengan kinerja para fungsionaris komite sekolah, sehingga apriori kepada kepala sekolah dan stafnya.

Sebagai suatu lembaga yang bersifat mandiri, komite sekolah tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan, tetapi dapat berperan sebagai mediator antara masyarakat (stakeholders pendidikan) dengan pemerintah demi menampung dan menganalisis berbagai ide, tuntutan, dan kebutuhan dunia pendidikan yang diajukan oleh masyarakat, para praktisi dan pemerhati pendidikan.

Namun perlu diakui, bahwa sampai detik ini keberadaan dan fungsi dari sebagian besar komite sekolah masih belum mantap, belum sesuai harapan, belum optimal. Bahkan citra komite sekolah sebagai lembaga identik dengan BP3 tempo dulu masih sangat membekas.

Lebih ditegaskan lagi dengan sepak-terjang komite sekolah yang nampak hanya beroperasional aktif di seputar penggalian dana, terutama di awal tahun ajaran beberapa bulan lagi. Perannya begitu besar disaat pungutan dana sumbangan kegiatan sekolah disampaikan kepada para orangtua siswa baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar